Sabtu, 23/11/2024 15:28 WIB

Raih Doktor Hukum, Wayan Sudirta: Kembalikan Penafsiran Pancasila pada Ide Awal Soekarno

Pancasila harus menjadi rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu perlu penguatan peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Sidang promosi doktor bidang hukum I Wayan Sudirta dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Kamis (7/9/2023). Foto: dok. Jurnas

JAKARTA, Jurnas.com – Penafsiran Pancasila harus kembali kepada ide awal Soekarno, ketika menggali Pancasila dalam pidatonya pada 1 Juni 1945.

Demikian salah satu dari tiga kesimpulan hasil penelitian Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta yang dituangkan dalam desertasi berjudul “Rekonstruksi Pemahaman Atas Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.”

Desertasi tersebut berhasil dipertahankan dalam sidang doktornya di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta dengan nilai sempurna, IPK 4.0 atau cumlaud, di Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Kesimpulan lainnya adalah bahwa Pancasila harus menjadi rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu perlu penguatan peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

“Perlu penelitian lanjutan mengenai pengaruh nilai-nilai pancasila, pada konstitusi maupun undang-undang yang ada,” ujar Wayan Sudirta, menyebutkan kesimpulan ketiga desertasinya.

Wayan Sudirta tercatat sebagai doktor ke-12 dari UKI, dan doktor keempat untuk Program Pascasarjana Program Doktor Hukum UKI.

Dalam presentasi desertasinya, Wayan Sudirta menyebutkan bahwa krisis multidimensional yang dihadapi bangsa Indonesia mengisyaratkan agar memaknai kembali nilai-nilai Pancasila sebagai philosofische grondslag dan weltanschauung, melalui upaya penguatan kembali karakter bangsa melalui penyadaran, pemberdayaan, serta pembudayaan nilai-nilai Pancasila dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Wayan mengeksplorasi nilai-nilai Pancasila dalam tiga pendekatan, yakni keyakinan, pengetahuan dan tindakan. Dimensi keyakinan bertolak dari sisi ontologis Pancasila dengan menggali hakikat nilai-nilai Pancasila dalam eksistensi manusia sesuai alam pikir Pancasila sebagai filsafat sebagai makna terdalam dari ide yang mendasari Pancasila.

“Dimensi Pengetahuan bertolak dari epistemologis Pancasila, yakni konsekuensi paradigmatik-teoritis yang dapat menurunkan konsepsi-konsepsi pengetahuan (epistemologi), dimana filosofi Pancasila berkaitan dengan cara berpikir menurut Pancasila,” ujarnya.

“Sedangkan dimensi tindakan meninjau dari aksiologis Pancasila, yakni Pancasila sebagai kerangka pengetahuan (konseptual) yang menuntut perwujudan kerangka operatif sebagai pedoman perilaku penyelenggara negara dan warga negara,” Imbuh Wayan Sudirta.

Dia menjelaskan temuan studi menunjukkan bahwa makna Pancasila tersimpul dalam pengejawantahan nilai-nilai Pancasila yang merupakan titik temu seluruh hakikat kehidupan masyarakat Indonesia.

Perumusan nilai-nilai dalam Pancasila berkembang seiring dengan perumusan Pancasila itu oleh para pendiri bangsa. Namun, tetap mengakar pada konsepsi Soekarno bahwa Pancasila sebagai Philosofische Grondslag dan sebagai Weltanschauung.

Pancasila sejatinya memberikan landasan visi transformasi sosial bagi ketatanegaraan Indonesia secara holisitik dan antisipatif,” katanya.

Dia mengatakan di dalam nilai-nilai Pancasila terdapat nilai-nilai yang mengandung nilai kultural (sila pertama, sila kedua, dan sila ketiga), nilai politik dan gotong royong (sila keempat), dan nilai materiil serta keadilan (sila kelima).

“Seluruh nilai tersebut saat ini belum benar-benar menjadi landasan ideologi kerja dan penyusunan platform kebijakan di semua lini dan ketatanegaraan Indonesia. Pancasila belum menjadi panduan dan haluan yang memudahkan perumusan prioritas pembangunan, pencanangan program kerja, serta pilihan kebijakan yang diperlukan,” tegasnya.

Berdasarkan temuan penelitian ini, kata Wayan Sudirta, menjadi penting untuk direkomendasikan bahwa penafsiran terhadap nilai-nilai Pancasila pada dasarnya membuka kebebasan untuk melakukan penafsiran sesuai dengan perkembangan peradaban bangsa Indonesia.

Dengan konsep tersebut, kata dia, bukan saja revitalisasi dan reaktualisasi pemahaman nilai-nilai Pancasila yang harus dihadirkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tetapi juga menjadikan Pancasila sebagai rujukan dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, Wayan Sudirta dalam disertasinya mendorong peran BPIP sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membangun kesadaran bangsa Indonesia untuk kembali memedomani Pancasila dengan mengkonstruksikannya dalam tiga dimensi yakni ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Pada kesempatan tersebut Wayan Sudirta juga menjelaskan bahwa penelitian disertasinya itu dilatar belakangi kondisi demokrasi yang sudah mengarah ke liberalisme dan kapitalisme. Nilai-nilai asing masuk ke Indonesia tanpa disaring, sementara nilai-nilai lokal pelan-pelan tergerus.

Sumber daya alam yang amanat undang-undang dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, banyak dikuasi oleh individu dan perusahaan asing.

Pancasila sebagai ideologi negara, harus dianggap sebagai ilmu dan dipelajari oleh seluruh dunia, sehingga sosialisasinya menjadi masif.

“Undang-undang apapun yang dibuat, tidak boleh menyimpang dari Pancasila. Pancasila juga jangan diabdikan hanya kepada pemerintah dan negara, tidak vertikal, tapi lebih banyak ke horizontal yakni ke masyarakat.

Pancasila itu justru harus lihat sebagai sarana untuk mengeritik pemerintah, jikalau pemerintah tidak sesuai melaksanakan program-program pembangunan berdasarkan Pancasila,” kata Wayan Sudirta.

KEYWORD :

I Wayan Sudirta Doktor Pancasila UKI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :